UPT PPG Universitas Mulawarman
  • Home
  • PPG
  • SM3T
  • Profil
  • Kontak
  • Tautan
  • Testimoni
PPG SM3T

PPG Angkatan 2011-2012

Details
Published: 15 April 2013

PPG Angkatan 2011-2012

Pada tahun 2011-2012 UPT PPG Universitas Mulawarman memperoleh kuota PPG bagi guru dalam jabatan sebanyak 120 orang dengan tiga Program Studi Pelaksana, yaitu PGSD 2 kelas (60 orang), Bahasa Indonesia satu kelas (30 orang), dan Bahasa Inggris satu kelas (30 orang). Mahasiswa PPG tersebut berasal dari Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Berau, Kabupaten PPU, Kota Bontang, Kota Balikpapan. Mahasiswa mendapat bantuan pendidikan dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur dan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Setelah mengikuti pendidikan di UPT PPG, sebanyak 89 orang telah berhasil memperoleh Sertifikat Pendidik dan telah kembali bertugas di daerah dan sekolahnya masing-masing.

Peserta Angkatan V UNMUL Kab. Timor Tengah Utara

Details
Published: 19 August 2015
Daftar Peserta SM3T Angkatan V UNMUL Kab. Timor Tengah Utara
         
No NO PESERTA NAMA PESERTA J K PROGRAM STUDI
1 2015042966 MUHAMMAD SYAHRAWARDI L Pendidikan Guru Sekolah Dasar
2 2015047936 NURVIANTY SUDIRMAN P Pendidikan Guru Sekolah Dasar
3 2015052318 ANINDITA ATMAJA L Pendidikan Bahasa Inggris
4 2015061753 ANNAHDHI DZIKRI FAJRIYAH P Pendidikan Bahasa Inggris
5 2015054357 HESTY RAMADHANY P Pendidikan Bahasa Inggris
6 2015056250 IKA WIDYA P Pendidikan Bahasa Inggris
7 2015055591 SANNI P Pendidikan Bahasa Inggris
8 2015057196 SITI AISYAH P Pendidikan Bahasa Inggris
9 2015046567 ACHMAD ARI SAPUTRA L Pendidikan Matematika
10 2015050266 AGUSTINA ARUM SARI P Pendidikan Matematika
11 2015048765 DAVID TUMANAN L Pendidikan Matematika
12 2015050200 ENDANG RADIANA P Pendidikan Matematika
13 2015058692 HAPPY RIZKI DWIYANI P Pendidikan Matematika
14 2015048599 JONI KADETU L Pendidikan Matematika
15 2015054942 MERSON PAIPIN L Pendidikan Matematika
16 2015059466 NUR ANNISA APRILIANA P Pendidikan Matematika
17 2015055813 OVIE TIYA ARIESTA P Pendidikan Matematika
18 2015055911 YESIKA RAMAYANI P Pendidikan Matematika
19 2015054394 EKO PRASETYO NOTOASIH L Pendidikan Fisika
20 2015043470 RINDA FATMALA P Pendidikan Fisika
21 2015056056 RISKAWATI P Pendidikan Fisika
22 2015043477 WIDYASTUTIK P Pendidikan Fisika
23 2015058648 ALI L Pendidikan Biologi
24 2015047532 RIA NOVITASARI P Pendidikan Sosiologi
25 2015043963 MARHANI P Bimbingan dan Konseling

SM3T Angkatan V Universitas Mulawarman

Details
Published: 19 August 2015

Universitas Mulawarman sebagai salah satu LPTK penyelenggara SM3T dari 17 LPTK se-Indonesia Melaksanakan SM3T Angkatan V Tahun 2015. Untuk Angkatan V Tahun 2015 ini Universitas Mulawarman menerima 25 orang dari 168 peserta yang mendaftar tes. Peserta SM3T Universitas Mulawarman ini akan di tempatkan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Peserta SM3T nanti akan diberangkatkan ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 18 Agustus 2015.

Sebelum pemberangkatan, peserta terlebih dahulu mengikuti Prakondisi selama 15 hari dari tanggal 03 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 17 Agustus 2015. Materi Prakondisi terdiri atas materi akademik dan non akademik sebagai bekal bagi peserta untuk menjalani pengabdiannya di daerah sasaran. Peserta juga mendapat pembekalan dari TIM BKKBN Kalimantan Timur, Kejagung RI, dan dari Dinas Pendidikan daerah Sasaran. Materi prakondisi Akademik disampaikan oleh Instruktur dari Universitas Mulawarman yang sudah berpengalaman di bidangnya. Sedangkan materi non akademik disampaikan oleh unit terkait yang ada di Universitas Mulawarman (seperti Unit Pramuka dan KSR).

Prakondisi SM3T Angkatan V universitas Mulawarman dilaksanakan di lokasi sekitar sekretariat UPT PPG Universitas Mulawarman di Kampus FKIP Jl. Muara Pahu Gunung Kelua Universitas Mulawarman.

Paginya Nurmie

Details
Published: 12 December 2014

 

Mie Nurmie
 

Kabut pagi ini begitu tebal, bahkan lebih dari kemarin dan kemarinnya. Aku menyipitkan mataku yang silau terkena cahaya dari gorden jendela yang dilipat sedikit oleh temanku sebelum ia pergi. Aku menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Temanku sudah pergi mengambil air bersih untuk mandi.

"Aw..." Teriakku menahan sakit kepala yang tak juga hilang dari semalam. Suaraku sedikit tertahan saat menyadari masih ada seseorang yang berbaring di sisi kiriku, dia sedang sakit perut dari semalam. Belum lagi, seluruh badanku yang terasa remuk dan kaki tangan yang begitu dingin. Aku benar-benar malas bangkit dan menyambut mentari.

Bagaimana tidak sakit kalau seminggu ini benar-benar menguras tenaga. Ke sana sini, ini itu melakukan tugas. Ah, abaikan pikiran yang mendorong untuk menyesal, nikmati saja sakitnya dan syukuri kesenangan saat berhasil melaksanakan tugas dengan hasil yang memuaskan.

Aku menarik selimutku menutupi seluruh kepalaku meskipun ku tau saat ini sudah 5:15 dan aku kemarin telah merencanakan untuk pergi mencuci. Ponselku berdering, kuraba sekitarku mencari.

"Hallo," Suaraku yang berat membuat orang yang di seberang sana langsung mengetahui.

"Wa'alaikumsalam... Ade sakit?"

"Enggak kok. . . Hanya lagi malas bergerak."

"Tumben kan. Memangnya sudah selesai acara-acaranya?"

"Selesai yang sudah selesai kak. Masih banyak yang menanti. Tapi, hari ini bisa istirahat."

"Mmm... Matahari hari ini gimana?"

"Lagi sedih, terhalang kabut."

"Bentar lagi juga kabutnya ilang terus mataharinya senyum lagi. Iya kan de?"

"Hehe. Iya, iya kak. Tar lagi ya. Ade masih pusing."

"Oke, Ade. Aku yakin ade kuat dan selalu semangat seperti biasanya kok.Hehe,"

Dia selalu begitu, khawatir tapi aku selalu suka pikiran positifnya. Dia seperti mentari yang sinarnya menyadarkanku untuk terus melangkah maju meski langkahku pelan tapi pastikan aku tersenyum menjalaninya.

— bersama Qo As Hotaru.

Cerita Sisilia di SD Inpres Isaima

Details
Published: 14 October 2014

 

Mie Nurmie
12 Oktober pukul 21:20 · 

‪#‎SM3T‬
‪#‎SD‬ Inpres Isaima

"Sisilia sering bantu mama?"
Aku tersentak. Pertanyaan ibu guru tentang kehidupan sehari-hari kami memang sering terlontar begitu saja. Tapi, aku tak tau harus menjawab apa. Aku takut ibu guru marah nanti.

"Sisilia melamun?"
Suara ibu guru terdengar lagi, suara tak marah itu membuatku bersalah. Ibu guru tak menatapku, ibu guru sibuk memeriksa tugas kami. Teman-teman menatapku lalu sibuk membaca buku masing-masing lagi. Aku masih diam.

"Kalian boleh bantu mama tidak?"

"Boleh kata ibu guru, tapi harus izin dulu." Jawab murid lain.

"Iya. Tapi sisilia punya Alpa sudah 7. Bagaimana ini?"

"Ibu guru saya berapa?" Tanya Tresia, aku masih diam memikirkan pertanyaan ibu guru.

"Nanti saya bacakan hasil absen bulan lalu. Sekarang, ibu mau tanya Sisilia dulu." ibu guru belum mengangkat kepala, belum memalingkan tatapannya dari tumpukan buku kami.

"Sisilia, boleh duduk samping ibu guru? Yang lain lanjutkan membaca. Baca keras tidak papa, melatih mengucapkan dengan benar toh. Saling belajar teman sebangku tidak apa. Bergantian, saling mengoreksi yang lancar dan tidak."

Teman-temanku sibuk lagi, aku melangkah mendekat, ibu guru geser sedikit. Kali ini ibu guru menatapku tersenyum. Aku semakin gugup tapi sekejap aku mudah menjawab semua pertanyaannya.

Seperti biasanya, ibu guru hanya mampu menasehati kami, ibu guru bilang ia tidak memaksa kami untuk harus dan harus bersekolah, katanya masa depan kami hanya kami yang menentukan bukan ibu guru atau orang lain yang menyuruh ini dan itu. Hanya saja, saat menatapnya aku sadar ibu guru berharap padaku.

Ibu guru tak pernah mengatakan kami bodoh atau tak pintar. Ibu guru hanya bilang, semua anak di dunia ini pintar hanya yang membedakan seberapa dia punya kesempatan dan seberapa kuat usaha mereka untuk pintar. Tapi, aku? Di kelas akulah yang paling besar tapi membaca saja aku belum lancar. Sebenarnya aku malu dan selalu ingin sekolah. Keadaan memaksaku absen. Ku harap ibu guru memaklumi, aku janji untuk lebih rajin lagi. Aku sudah ketinggalan banyak pelajaran.

***
Hari ini, ibu guru memujiku. Dia senang karena aku sudah bisa membaca, meskipun sesekali salah menyebut huruf j dengan y. Ah, ini kebiasaan kami anak-anak papua membuat sulit berubah. Bangganya aku punya ibu guru yang berbeda dari guru-guru di sini, ibu tak habis akal melatih kami menyebutka huruf dengan benar.

Aku dan teman-teman sekarang semakin rajin ke sekolah. Jika dulu kami akan masuk kelas tak tentu, kadang pukul 9 atau lewat, bahkan tak belajar sama sekali, selama lebih sebulan ini kami teratur masuk pukul 8. Bahkan teman-teman ada yang datang pukul 7.

Datang lebih pagi, menyapu dan merapikan kelas, berbaris sesuai kelas, dan saling mengingatkan dengan teman tentang kerapian pakaian dan kebersihan kuku menjadi hal biasa.

Kata ibu guru, dia senang. Aku tau itu, ibu guru memang sering senyum dan sekarang semakin sering.

***
Dari jauh ku perhatikan ibu guru yang duduk di ruang tamu di dekat jendela, di rumah tinggalnya dekat sekolah.

Apa ibu guru melamun? Tak seperti biasanya, tersenyum menatap ke arah sekolah. Hari ini, ibu guru sepertinya sedih.

Kami berlari memasuki ruangan, ibu guru datang dengan langkah lemasnya.

"Tidak ada bel dari tadi?"
Tanya ibu guru melewati pintu. Memang tak ada. Kami berdoa dan memberi salam pada ibu guru. Tapi suara ibu guru pelan, tak seperti biasanya.

Hari ini kelas damai tentram. Tak ada nyanyian, permainan, dan suara lantang ibu guru.

"Ibu guru, sakit?" Tanya temanku, Kelena.

"Tidak. Ibu hanya belum sarapan. Jadinya lemas. Seperti belajaran IPA kita kemarin kan? Kalau tidak makan tidak akan punya tenaga." Kami tau ibu guru berbohong, ibu guru ingin terus mengawasi kami belajar dan memastikan kami tak berlari-lari mainan di luar kelas.

Ibu guru menyuruh kami membaca apa saja semaunya, di halaman mana saja di buku bahasa, lalu bergantian menceritakan apa yang kami baca. Mekipun ada yang hanya membaca dua kalimat saja selama setengah jam, ibu guru tak protes apa lagi marah. Setelah pelajaran bahasa, kami belajar Matematika.

"Sudah selesai?"

"Sudah."

"Belum."

"Yang sudah kumpulkan!" Aku dan beberapa teman mengumpulkan buku. Yang lain menyusul setelah selesai.

"Ada yang mau maju duluan? Ibu tidak mau tunjuk-tunjuk." Aku mau maju tapi tak berani. Teman-temanku juga tak ada yang mau bergerak.

"Tidak ada yang mau? Ya sudah ambil kembali bukunya lalu kalian tak punya nilai. Mau?"

"Saya saja ibu guru." Irwan mengangkat tangan, setelahnya kami semua bergantian.

Payah. Aku tak hapal perkalian 7. Mengapa ibu guru malah senyum padaku? Aku jadi merasa bersalah.

***
"Selamat... Siang... Ibu... Guru... Nurmi."

"Siang. Selamat pulang dan hati-hati."

"Ibu guru hari ini tidak usah les ya?" Kata Paska. Kami sudah menyepati saat ibu guru tadi keluar kelas sebentar.

"Kenapa?"

"Ibu guru sakit. Jadi, boleh istirahat biar besok bisa mengajar kami lagi." Jawabku jujur.

"Tapi, ibu guru tidak papa. Masih kuat, ini masih bisa berdiri dan jalan."

"Ah, ibu guru. Tidak boleh, ibu guru sakit." Aku sedikit memaksa agar ibu guru setuju.

Semenjak ibu guru datang, baru kali ini aku melihat wajahnya pucat, lemas tak bersemangat. Kata teman-teman kasihan, dan kami sedih. Kami memaksa sepulang sekolah membantu menimbah air bersih untuk ibu guru.

Aku juga berkata pada ibu guru, aku tidak akan malas (bolos) ke sekolah lagi. Teman-teman juga. 
---

Ungkapan :

Aduh, murid-muridku perhatian sekali. . . Gak nyangka sebenarnya kalau perkembangan sikap mereka cepat berubah. Tapi, aku suka mereka yang sekarang. Rajin, lebih sopan, rapi dan ingin belajar banyak hal, tidak pemalu lagi, tentunya memiliki kesadaran yang tinggi. He he he

#SM3T
#SD Inpres Isaima

"Sisilia sering bantu mama?"
Aku tersentak. Pertanyaan ibu guru tentang kehidupan sehari-hari kami memang sering terlontar begitu saja. Tapi, aku tak tau harus menjawab apa. Aku takut ibu guru marah nanti.

"Sisilia melamun?"
Suara ibu guru terdengar lagi, suara tak marah itu membuatku bersalah. Ibu guru tak menatapku, ibu guru sibuk memeriksa tugas kami. Teman-teman menatapku lalu sibuk membaca buku masing-masing lagi. Aku masih diam.

"Kalian boleh bantu mama tidak?"

"Boleh kata ibu guru, tapi harus izin dulu." Jawab murid lain.

"Iya. Tapi sisilia punya Alpa sudah 7. Bagaimana ini?"

"Ibu guru saya berapa?" Tanya Tresia, aku masih diam memikirkan pertanyaan ibu guru.

"Nanti saya bacakan hasil absen bulan lalu. Sekarang, ibu mau tanya Sisilia dulu." ibu guru belum mengangkat kepala, belum memalingkan tatapannya dari tumpukan buku kami.

"Sisilia, boleh duduk samping ibu guru? Yang lain lanjutkan membaca. Baca keras tidak papa, melatih mengucapkan dengan benar toh. Saling belajar teman sebangku tidak apa. Bergantian, saling mengoreksi yang lancar dan tidak."

Teman-temanku sibuk lagi, aku melangkah mendekat, ibu guru geser sedikit. Kali ini ibu guru menatapku tersenyum. Aku semakin gugup tapi sekejap aku mudah menjawab semua pertanyaannya.

Seperti biasanya, ibu guru hanya mampu menasehati kami, ibu guru bilang ia tidak memaksa kami untuk harus dan harus bersekolah, katanya masa depan kami hanya kami yang menentukan bukan ibu guru atau orang lain yang menyuruh ini dan itu. Hanya saja, saat menatapnya aku sadar ibu guru berharap padaku.

Ibu guru tak pernah mengatakan kami bodoh atau tak pintar. Ibu guru hanya bilang, semua anak di dunia ini pintar hanya yang membedakan seberapa dia punya kesempatan dan seberapa kuat usaha mereka untuk pintar. Tapi, aku? Di kelas akulah yang paling besar tapi membaca saja aku belum lancar. Sebenarnya aku malu dan selalu ingin sekolah. Keadaan memaksaku absen. Ku harap ibu guru memaklumi, aku janji untuk lebih rajin lagi. Aku sudah ketinggalan banyak pelajaran.

***
Hari ini, ibu guru memujiku. Dia senang karena aku sudah bisa membaca, meskipun sesekali salah menyebut huruf j dengan y. Ah, ini kebiasaan kami anak-anak papua membuat sulit berubah. Bangganya aku punya ibu guru yang berbeda dari guru-guru di sini, ibu tak habis akal melatih kami menyebutka  huruf dengan benar.

Aku dan teman-teman sekarang semakin rajin ke sekolah. Jika dulu kami akan masuk kelas tak tentu, kadang pukul 9 atau lewat, bahkan tak belajar sama sekali, selama lebih sebulan ini kami teratur masuk pukul 8. Bahkan teman-teman ada yang datang pukul 7.

Datang lebih pagi, menyapu dan merapikan kelas, berbaris sesuai kelas, dan saling mengingatkan dengan teman tentang kerapian pakaian dan kebersihan kuku menjadi hal biasa.

Kata ibu guru, dia senang. Aku tau itu, ibu guru memang sering senyum dan sekarang semakin sering.

***
Dari jauh ku perhatikan ibu guru yang duduk di ruang tamu di dekat jendela, di rumah tinggalnya dekat sekolah. 

Apa ibu guru melamun? Tak seperti biasanya, tersenyum menatap ke arah sekolah. Hari ini, ibu guru sepertinya sedih.

Kami berlari memasuki ruangan, ibu guru datang dengan langkah lemasnya.

"Tidak ada bel dari tadi?"
Tanya ibu guru melewati pintu. Memang tak ada. Kami berdoa dan memberi salam pada ibu guru. Tapi suara ibu guru pelan, tak seperti biasanya. 

Hari ini kelas damai tentram. Tak ada nyanyian, permainan, dan suara lantang ibu guru.

"Ibu guru, sakit?" Tanya temanku, Kelena.

"Tidak. Ibu hanya belum sarapan. Jadinya lemas. Seperti belajaran IPA kita kemarin kan? Kalau tidak makan tidak akan punya tenaga." Kami tau ibu guru berbohong, ibu guru ingin terus mengawasi kami belajar dan memastikan kami tak berlari-lari mainan di luar kelas. 

Ibu guru menyuruh kami membaca apa saja semaunya, di halaman mana saja di buku bahasa, lalu bergantian menceritakan apa yang kami baca. Mekipun ada yang hanya membaca dua kalimat saja selama setengah jam, ibu guru tak protes apa lagi marah. Setelah pelajaran bahasa, kami belajar Matematika.

"Sudah selesai?"

"Sudah."

"Belum."

"Yang sudah kumpulkan!" Aku dan beberapa teman mengumpulkan buku. Yang lain menyusul setelah selesai.

"Ada yang mau maju duluan? Ibu tidak mau tunjuk-tunjuk." Aku mau maju tapi tak berani. Teman-temanku juga tak ada yang mau bergerak.

"Tidak ada yang mau? Ya sudah ambil kembali bukunya lalu kalian tak punya nilai. Mau?"

"Saya saja ibu guru." Irwan mengangkat tangan, setelahnya kami semua bergantian.

Payah. Aku tak hapal perkalian 7. Mengapa ibu guru malah senyum padaku? Aku jadi merasa bersalah. 

***
"Selamat... Siang... Ibu... Guru... Nurmi."

"Siang. Selamat pulang dan hati-hati."

"Ibu guru hari ini tidak usah les ya?" Kata Paska. Kami sudah menyepati saat ibu guru tadi keluar kelas sebentar.

"Kenapa?"

"Ibu guru sakit. Jadi, boleh istirahat biar besok bisa mengajar kami lagi." Jawabku jujur.

"Tapi, ibu guru tidak papa. Masih kuat, ini masih bisa berdiri dan jalan."

"Ah, ibu guru. Tidak boleh, ibu guru sakit." Aku sedikit memaksa agar ibu guru setuju.

Semenjak ibu guru datang, baru kali ini aku melihat wajahnya pucat, lemas tak bersemangat. Kata teman-teman kasihan, dan kami sedih. Kami memaksa sepulang sekolah membantu menimbah air bersih untuk ibu guru.

Aku juga berkata pada ibu guru, aku tidak akan malas (bolos) ke sekolah lagi. Teman-teman juga. 
---

Ungkapan : 

Aduh, murid-muridku perhatian sekali. . . Gak nyangka sebenarnya kalau perkembangan sikap mereka cepat berubah. Tapi, aku suka mereka yang sekarang. Rajin, lebih sopan, rapi dan ingin belajar banyak hal, tidak pemalu lagi, tentunya memiliki kesadaran yang tinggi. He he he
Suka

 

Titah di Link Kemdikbud.go.id

Details
Published: 26 September 2014

Penempatan di Zona Merah Jadi Pengalaman Tak Terlupakan

Testimoni SM3T
Mon, 09/22/2014 - 14:12

Jakarta, Kemdikbud ---  Selain harus berperan sebagai guru, Titah Putri Firdausi juga harus berjuang menghindari kontak senjata.Setahun bertugas sebagai seorang guru di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) menjadi pengalaman menantang hidup yang tak akan terlupakan. Apalagi  jika daerah tersebut adalah daerah konflik atau yang disebut zona merah. Tugas sebagai guru menjadi kian berat.

Sejak terpilih menjadi seorang guru melalui payung program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI), guru muda yang akrab dipanggil Titah ini mengabdikan diri untuk menjadi sarjana mengajar di SMPN 2 Asologaima, Kabupaten Jaya Wijaya, Papua. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Lanny Jaya yang belakangan terjadi konflik dan adu senjata yang cukup intens.

Selama bertugas di wilayah tersebut, guru yang ikut SM3T dari Universitas Mulawarman ini tinggal di sekolah. Setiap hari ia selalu duluan hadir di kelas dan menunggu anak didiknya datang. Biasanya, kelas baru dimulai jika anak-anak yang rumahnya berada di balik bukit tersebut sudah berkumpul di sekolah. “Soalnya kelas itu mulainya ikut jamnya anak-anak,” kata Titah saat mengikuti silaturahim SM3T dengan Wapres Boediono di Jakarta, minggu lalu.

Anak-anak didik Titah bermukim di wilayah yang cukup jauh dari sekolah, kebanyakan dari balik bukit berkilo-kilo meter jauhnya. Untuk mulai jalan ke sekolah, mereka menggunakan matahari sebagai penanda. Anak-anak ini baru akan berangkat ke sekolah apabila matahari sudah muncul. “Kalau kebetulan pagi itu mendung, mereka baru ke sekolah pukul sembilan atau pukul sepuluh,” tuturnya.

Sekolah tempatnya bertugas dikelilingi oleh perbukitan, sama halnya dengan kondisi alam di Wamena pada umumnya. Dengan suhu yang relatif rendah, 10-12 derajat celcius, kadang disertai angin yang cukup kencang, Titah menunggu kehadiran anak-anak didik kesayangannya. Di sekolah tersebut ada 300 anak yang tercatat sebagai siswa. Namun kenyataannya, yang pernah masuk ke sekolah hanya 20 anak untuk setiap kelas. “Itu sudah lumayan banyak, karena per angkatan hanya ada satu rombongan belajar, ditambah kelas percobaan,” ucap lulusan Universitas Negeri Malang (UM)  ini. Meski lulusan UM, Titah mengikuti SM3T dari Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Kalimantan Timur.

Kelas percobaan merupakan kelas khusus untuk anak-anak yang belum bisa membaca. Jika pada umumnya peserta didik sudah bisa membaca ketika belajar di sekolah dasar, maka kondisi tersebut tidak terjadi disini. Untuk jenjang SMP pun, banyak di antara mereka yang belum bisa baca, tulis dan berhitung. Titah dan temannya sesama guru SM3T harus memulai tugasnya dari kelas percobaan ini. Jika sudah ada kemajuan dan mereka sudah mulai bisa membaca, baru kelas reguler dilaksanakan.

Tantangan menjadi guru tidak selalu tentang mendidik di dalam kelas. Di zona merah seperti ini, dimana masyarakat cenderung lebih suka terlibat dalam konflik daripada mendorong anaknya untuk bersekolah, edukasi juga dilakukan kepada orang tua. Bagaimana mereka didekati dan memunculkan kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan bagi putra putrinya. Titah mengaku, dalam melakukan pendekatan ini ia sering terjun ke sawah dan kebun untuk menyapa dan ngobrol dengan orang tua. Ia pun harus belajar keras untuk menggunakan logat penduduk setempat supaya bisa ‘nyambung’ dengan mereka. “Kesadaran mereka tentang pendidikan masih kurang sekali. Kehidupan primitif disana lebih mengutamakan berkebun daripada sekolah,” katanya.

Untuk urusan seragam, anak didik Titah tidaklah berpakaian lengkap. Mereka hanya seadanya. Ada yang cuma kancing di atas, ada yang cuma di bawah. Ada yang tidak ada lagi risletingnya. “Dengan kondisi seperti itu saya harus mengajarkannya kerapian dan kebersihan kepada mereka,” tuturnya.

Dan yang paling membahagiakan bagi Titah adalah ketika anak-anak didiknya ini berhasil lulus ujian. Tak hanya ia, anak-anak ini pun akan menangis terharu di pelukannya karena mereka memiliki guru yang mendidik dan mendorong mereka sehingga mereka memiliki kemampuan untuk melewati ujian tersebut dengan baik. “Mereka sangat bahagia dan berterima kasih kasih kepada guru-gurunya, karena bisa lulus dengan usaha sendiri. Bukan dengan kata, melainkan dengan tangis dan pelukan, dan itu benar-benar mengharukan,” kata Titah sambil menghapus air mata di pelupuk matanya.  (Aline Rogeleonick)

sumber asli : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3255

Page 2 of 7

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • ...
  • 6
  • 7

Latest Article

  • Pengumuman MBK Prajabatan 2018 FIX
  • Pengumuman MBK PPG Prajabatan Bersubsidi 2018
  • Tes Bebas NAPZA Peserta PPG SM-3T VI Universitas Mulawarman
  • Daftar Peserta PPG SM-3T Angkatan VI Unmul
  • Kunjungan UPT PPG Unmul di Asrama PPG SM3T Angkatan VI
  • Peserta Angkatan V UNMUL Kab. Timor Tengah Utara
  • SM3T Angkatan V Universitas Mulawarman
  • Daftar Peserta PPG SM3T Angkatan III Unmul
  • Surat Pengumuman PPG SM3T
  • Paginya Nurmie

Articles Most Read

  • Sekilas Pandang
  • Daftar Peserta PPG SM3T Angkatan III Unmul
  • SM3T 2013
  • Surat Pengumuman PPG SM3T
  • SM3T Angkatan V Universitas Mulawarman

Back to Top

© UPT PPG Universitas Mulawarman 2023